Di
Langit Ketiga
Sekarang,
pembicaraan kita tentang perjalanan mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sampai pada langit ketiga. Kita menuju ke tempat yang lebih tinggi lagi
hingga beliau sampai ke tempat yang paling tinggi, menerima wahyu shalat.
Di
langit ketiga, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan Nabi
Yusuf ‘alaihissalam.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ثُمَّ
صَعِدَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ، فَاسْتَفْتَحَ، قِيلَ: مَنْ هَذَا؟
قَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ: وَقَدْ
أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيلَ: مَرْحَبًا بِهِ فَنِعْمَ المَجِيءُ
جَاءَ. فَفُتِحَ، فَلَمَّا خَلَصْتُ إِذَا يُوسُفُ، قَالَ: هَذَا يُوسُفُ
فَسَلِّمْ عَلَيْهِ. فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَرَدَّ ثُمَّ قَالَ: مَرْحَبًا
بِالأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ”. وفي رواية مسلم زاد: “إِذَا هُوَ
قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ
“Kemudian
aku dinaikkan menuju langit ketiga. Jibril meminta dibukakan. Ada yang
bertanya, “Siapa itu?” Ia berkata, “Jibril.” Ditanyakan lagi, “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab, “Muammad.” Penjaga bertanya lagi, “Apa ia diutus
kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Iya.” Penjaga berkata, “Selamat datang.
Sebaik-baik orang yang datang telah tiba.”Pintu langit dibukakan.
Ketika
aku melwati pintu, ternyata ada Yusuf. Jibril berkata, “Ini adalah Yusuf.
Ucapkanlah salam kepadanya.” Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dan ia
membalas salamku. Kemudian ia berkata, “Selamat datang wahai saudara yang
shaleh dan nabi yang shaleh.” Dalam riwayat lain ada tambahan, “Ia (Yusuf)
dianugerahi setengah ketampanan.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman No.162).
Pujian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam
merupakan bentuk ketakjuban beliau akan kekuasaan (kemampuan) Allah Ta’ala
dalam menciptakan Yusuf. Sehingga beliau mengekspresikan apa yang beliau lihat
dengan mengatakan, “Ia (Yusuf) memiliki setengah ketampanan.” Jika seluruh
manusia dari zaman Nabi Adam hingga yang terakhir, kebagusan rupa mereka
dikumpulkan, nah Nabi Yusuf memiliki setengah dari kadar semua ketampanan itu.
Mungkin inilah di antara hikmah pertemuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Untuk menyampaikan kepada kita tentang
kehebatan dan keluar-biasaan kekuasaan Allah dalam mencipta.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan kepada kita tentang kedudukan
Nabi Yusuf. Karena keindahan fisik beliau sebagaimana keindahan penciptaan
malaikat. Hal itu sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam kitab-Nya, ketika
menceritakan kesan pertama mereka melihat Nabi Yusuf:
مَا
هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلاَّ مَلَكٌ كَرِيمٌ
“Ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”
[Quran Yusuf: 31].
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kenikmatan dengan kenikmatan memandang
seseorang yang indah. Sebagaimana kita bahagia melihat ciptaan-ciptaan Allah yang
indah. Baik berupa alam ataupun berjumpa dengan seseorang yang baik
penampilannya. Dan kita pun dimotivasi dengan keindahan-keindahan manusia
penghuni surga. Yang menunjukkan, bertemu dengan yang demikian merupakan
kebahagiaan.
Peristiwa
ini juga menunjukkan kejujuran dan ketulusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau mendudukkan Nabi Yusuf sebagaimana yang Allah dudukkan. Beliau
juga pernah memuji silsilah mulia nasab Nabi Yusuf. Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الكَرِيمُ،
ابْنُ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ
إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ
“Seorang
yang mulia. Putra dari seorang yang mulia. Cucu dari seorang yang mulia. Dan cicit
dari seorang yang mulia. Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim
‘alaihimussalam.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Anbiya No. 3210).
Di
Langit Keempat
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dinaikkan menuju langit keempat.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ثُمَّ
صَعِدَ بِي حَتَّى أَتَى السَّمَاءَ الرَّابِعَةَ فَاسْتَفْتَحَ، قِيلَ: مَنْ
هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ:
أَوَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيلَ: مَرْحَبًا بِهِ، فَنِعْمَ
المَجِيءُ جَاءَ. فَفُتِحَ، فَلَمَّا خَلَصْتُ إِلَى إِدْرِيسَ، قَالَ: هَذَا
إِدْرِيسُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ. فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَرَدَّ ثُمَّ قَالَ:
مَرْحَبًا بِالأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ”. وفي رواية مسلم زاد:
قَالَ اللهُ تعالى: {وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا} [مريم: 57] .
Kemudian
aku dinaikkan ke langit keempat. Jibril meminta pintu dibukakan. Penjaga langit
keempat bertanya, “Siapa?” “Jibril”, jawabnya. “Siapa yang bersamamu?”,
tanyanya lagi. “Muhammad”, jawab Jibril. Ia kembali bertanya, “Apakah ia diutus
kepada-Nya?” “Iya”, jawab Jibril. Malaikat itu menjawab, “Selamat datang.
Sebaik-baik orang yang datang telah tiba.”
Kemudian
dibukakan pintu. Ketika aku telah melewati pintu, di sana terdapat Idris.
Jibril mengatakan, “Ini Idris. Ucapkanlah salam padanya.” Aku pun memberi salam
padanya. Dan ia membalas salamku. Idris berkata, “Selamat datang saudara yang
shaleh dan nabi yang shaleh.” Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, Allah
Ta’ala berfirman, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.”
[Quran Maryam: 57].
Sedikit
sekali kabar yang sampai kepada kita tentang Rasulullah Idris ‘alaihissalam.
Meskipun demikian, pertemuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan beliau
menunjukkan kedudukan beliau yang tinggi. Ditambah lagi ketika Rasulullah
membacakan ayat “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” [Quran
Maryam: 57]. Seolah-olah beliau hendak menafsirkan kepada kita alasan Allah
mempertemukan beliau berdua.
Para
ahli berbeda pendapat tentang ucapan Nabi Idris ketika menyebut Nabi Muhammad
dengan “Saudara shaleh”. Bukan dengan ucapan “Anakku yang shaleh” seperti
ucapan Nabi Adam dan Nabi Ibrahim. Karena menurut sebagian sejarawan Idris juga
merupakan rasul setelah Nabi Adam. Mereka berdalil dengan sebuah isra-iliyat
yang menyebutkan silsilah nasab Nabi Ibrahim:
Ibrahim
bin Tarih bin Nahur bin Ar’uwa bin Syarikh bin Falikh bin ‘Abir bin Syalikh bin
Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh bin Lamka bin Mitusyalkh bin Akhnukh bin Burda bin
Mihla-ibala bin Qam’an bin Qausy bin Syits bin Adam (Injil Luke: 3: 34-38).
Menurut
mereka Akhnukh adalah Nabi Idris. Ucapan beliau “Saudara yang shaleh” adalah
bentuk ketawadhu-an beliau. Namun pendapat ini bisa kita katakan lemah dari
beberapa sisi.
Pertama:
Tidak seharusnya kita mengambil silsilah nasab dari Taurat atau Injil. Siapa
yang bisa menjamin bagian tersebut tidak diubah oleh Bani Israil?
Kedua:
Karena ini merupakan peristiwa gaib tentang umat-umat terdahulu, kita butuh
penjelasan nash syar’i. Sementara tidak ada dalil dari syariat kita yang
menyatakan bahwa Akhnukh adalah Idris. Ditambah lagi, Nabi Idris keluar dari
silsilah nasab Nabi Muhammad.
Ketiga:
Tidak tepat mengkhususkan sifat tawadhu kepada Nabi Idris dalam permasalahan
ini. Sementara Nabi Adam dan Ibrahim tidak.
Dalam
Syarah Arba’in an-Nawawi, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin menjelaskan
bahwa Idris adalah nabi dari bani Israil. Artinya beliau dari keturunan Ishaq
‘alaihissalam bukan Ismail ‘alaihissalam. Karena itu, Nabi Idris bukan ‘ayah’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Adam dan Ibrahim. Beliau adalah
‘pamannya’ sebagaimana nabi-nabi bani Israil lainnya.
Di
Langit Kelima
Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“ثُمَّ
صَعِدَ بِي، حَتَّى أَتَى السَّمَاءَ الخَامِسَةَ فَاسْتَفْتَحَ، قِيلَ: مَنْ
هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ: وَقَدْ
أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيلَ: مَرْحَبًا بِهِ، فَنِعْمَ المَجِيءُ
جَاءَ. فَلَمَّا خَلَصْتُ فَإِذَا هَارُونُ، قَالَ: هَذَا هَارُونُ فَسَلِّمْ
عَلَيْهِ. فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَرَدَّ ثُمَّ قَالَ: مَرْحَبًا بِالأَخِ
الصَّالِحِ، وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ”.
Kemudian
aku dinaikkan ke langit kelima. Jibril meminta pintu langit kelima dibukakan.
Penjaga pintu langit berkata, “Siapa itu?” “Jibril”, jawabnya. “Siapa yang
bersamamu?”, tanya penjaga. “Muhammad”, jawab Jibril. Penjaga kembali bertanya,
“Apakah ia diutus kepada-Nya?” “Iya”, jawab Jibril. Penjaga itu berkata,
“Selamat datang. Sebaik-baik orang yang datang telah tiba.”
Ketika
aku telah melewati pintu, aku berjumpa dengan Harun. Jirbil berkata, “Ini
adalah Harun. Ucapkanlah salam padanya.” Aku pun mengucapkan salam, kemudian ia
membalas salamku. Ia berkata, “Selamat datang saudara yang shaleh dan nabi yang
shaleh.”
Di
langit kelima ini, Nabi Muhammad berjumpa dengan saudaranya Nabi Musa, yaitu
Nabi Harun. Pertemuan dengan Nabi Harun ini, merupakan bentuk pemuliaan juga
terhadap Nabi Musa. Kehadiran Nabi Harun memberikan kegembiraan yang luar biasa
bagi Nabi Musa. Harun bukan hanya seorang saudara. Tapi ia juga merupakan
hadiah dan rahmat Allah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَوَهَبْنَا
لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا
“Dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya,
Harun menjadi seorang nabi.” [Quran Maryam: 53].
Dalam
firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia mengabulkan permintaan
Nabi Musa yang memohon keteguhan dengan mengangkat saudaranya sebagai temannya
berdakwah.
قَالَ
قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى (36) وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً
أُخْرَى
“Allah
berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa”. Dan
sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain.” [Quran
Thaha: 36-37].
Sumber : kisahmuslim.com
Sumber : kisahmuslim.com