Keteguhan Ibrahim ‘alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya
Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan
menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi
unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula
unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun
akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya. Dan kita
berharap semoga Allah Subhanahu
wa Ta’ala selalu memberikan
taufik dan petunjuk-Nya.
Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai
insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat
terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:
1. Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau ‘Alaihissallan Dengan Sabar Dan
Penuh Santun.
Al-Hafihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata,
“Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala.
Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrahim ‘alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi
Luth ‘alaihissallam. Ibrahim ‘alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan
menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan
sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa berikutnya.
Awal dakwah tauhid yang beliau ‘alaihissallam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya,
karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat
(Al-Bidayah wan-Nihayah, juz 1, hal: 326).
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata,”Ibrahim ‘alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, … yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan
kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju
Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan
(dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya)
dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap
ayahnya bagaimanapun caranya…” (Tafsir as-Sa`di, hal: 443.)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ
وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa
engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat
menolong engkau sedikitpun?”. (QS. Maryam:42).
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan
ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam
perbuatan syirik yang dilakukannya?! (Tafsir as-Sa`di, hal: 444). Penolakan
ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang
terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan
ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ
وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ
مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya
tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya
itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
(QS. At-Taubah: 114).
Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا
آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar.
‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya
aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata’.” (QS. Al-An’am:
74).
Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan ingatlah (terhadap) kisah
Ibrahim ‘alaihissallam manakala Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah
mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.” (Tafsir as-Sa`di,
hal: 224).
Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi
Ibrahim ‘alaihissallam kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari
ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ
ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya:
‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik
bagimu, jika kamu Mengetahui’.” (QS. Al-Ankabut: 16).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata
dalam menafsirkan ayat ini: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu
Ibrahim ‘alaihissallam sang imam para hunafa`, bahwa ia ‘alaihissallam berdakwah mengajak kaumnya untuk beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya,
mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki hanya kepada-Nya, dan
mengesakan-Nya dalam bersyukur.” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hal: 536).
Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam juga termaktub dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat al-Anbiya` ayat 51-56. Dan dalam
beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan
secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69, dan
ash-Shaffat ayat 84.
2. Nabi Ibrahim ‘alaihissallam Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.
Sikap ini tercermin dalam kisah beliau ‘alaihissallam saat berdakwah mengajak manusia untuk
bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi
Ibrahim ‘alaihissallam ini menjadi teladan bagi setiap dai dalam
mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam diabadikan dalam Alquran melalui
firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk membakar dirinya,
namun Nabi Ibrahim ‘alaihissallam tetap tabah dan menyerahkan segala perkara
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ. وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا
تَعْمَلُونَ. قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ.
فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ
Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu
pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu”. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu
lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu”. Mereka hendak melakukan
tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (QS.
Ash-Shaffat: 95-98).
As-Suddi rahimahullah berkata: “Mereka menahannya dalam sebuah
rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang
sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan bagiku kesembuhan, maka
aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim’. Setelah kayu bakar
terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari
tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya
niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrahim ‘alaihissallam kemudian mengusungnya sampai di puncak
tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan
dalam ujung manjaniq.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengangkat kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi,
gunung-gunung dan para malaikat berkata: “Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrahim
akan dibakar karena (memperjuangkan hak-Mu)”
Nabi Ibrahim berkata, “Ya, Allah, Engkau Maha Esa di atas langit,
dan aku sendiri di bumi ini. Tiada seorang pun yang menyembah-Mu di atas muka
bumi ini selainku. Cukuplah bagiku Engkau sebaik-baik Penolong.” (Fathul-Bari,
Juz 6, hal: 483).
Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ke dalam tumpukan kayu bakar yang tinggi,
kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala): “Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim.” (Tafsir
ath-Thabari, Juz 9, hal: 43).
Ibnu Abbas dan Abu al-Aliyah, keduanya berkata: “Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan ‘dan selamat bagi
Ibrahim,’ niscaya api itu akan membinasakan Ibrahim ‘alaihissallam dengan dinginnya.” (Tafsir ath-Thabari,
Juz 9, hal: 43).
3. Yakin Terhadap Kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla
Pada saat Nabi Ibrahim diletakkan di ujung manjaniq, ia dalam
keadaan terbelenggu dengan tangan di belakang. Kemudian kaumnya melemparkan
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ke dalam api, dan ia pun berkata:
“Cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla bagi kami, dan Dia sebaik-baik Penolong”.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
(cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong)” telah diucapkan
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam tatkala ia dilemparkan ke dalam api
(Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 8, hal: 288, no. 4563).
Demikianlah, Nabi Ibrahim ‘alaihissallam sangat yakin dengan kebesaran, pertolongan dan perlindungan
Allah ‘Azza wa Jalla , karena beliau sedang memperjuangkan hak
Allah ‘Azza wa Jalla yang terbesar, yakni tauhid dalam
beribadah kepada-Nya Subhanahu
wa Ta’ala.
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya
1. Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan Ismail (Shahih Bukhari dan
Fathul-Bari, Juz 6, hal: 478, no. 3364).
Ketika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya
(Hajar), Nabi Ibrahim ‘alaihissallam membawa keduanya menuju Baitullah pada
dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun
di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk
menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan
siqa` (wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berpaling dan pergi. Hajar mengikutinya
sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi meninggalkan kami di
lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar mengulangi pertanyaan itu
berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya. Kemudian
Hajar pun bertanya: “Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”
Ibrahim menjawab,“Ya.”
Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: “Jika demikian,
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan meninggalkan kami”. Lantas
Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun Ibrahim, ia terus berjalan
meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat yang ia tak dapat lagi
melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya
menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman
di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian
itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).
2. Kisah Penyembelihan Ismail.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang
shalih,” maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberikan kabar
gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan
tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang
diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk
orang-orang yang sabar”.
Saat keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya
di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggilnya: “Wahai Ibrahim, sungguh kamu
telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami
abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian. (Yaitu) ‘Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim’. Demikianlah
Allah Subhanahu wa Ta’alamemberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mukminin. Kisah ini dijelaskan di
dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18, hal: 69 dan Tafsir al-Baghawi,
Juz 4, hal: 33, Ibnu Abbas berkata:
Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat, tunduk patuh terhadap
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah, renungkanlah kisah itu … ketika
keduanya akan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:
يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى لاَ أَضْطَرِبَ….
“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”
وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ
دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّيْ فَتَحْزَنُ….
“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak
mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat
bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”
وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ
عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ….
“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di
leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat
dahsyat.”
وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ….
وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى أُمِّيْ فَافْعَلْ….
“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam
(kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa
pulang maka lakukanlah.”
فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ
عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى….
(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: “Wahai anakku,
sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala “.
Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissallam) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru
terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah
memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat
yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa
penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil
dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada mereka kemudahan, jalan
keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua
ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih
putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissallam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu dan segera mentaatinya. Beliau ‘alaihissallam menyampaikan terlebih dahulu ujian
Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut kepada putranya, agar hati Ismail
menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus
dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah…
3. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Ibrahim untuk Berkhitan.
Pada saat Ibrahim ‘alaihissallam telah mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan beberapa perintah, di antaranya
agar beliau berkhitan. Sebagaimana hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ
سَنَةً
“Ibrahim ‘alaihissallam berkhitan di usia beliau delapan puluh
tahun.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari (Juz 6, hal: 468, no. 3356)).
Beliau ‘alaihissallam berkhitan dengan pisau besar (semisal
kampak). Meskipun terasa sangat berat bagi diri beliau ‘alaihissallam, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa
ragu terhadap segala kebaikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam sebuah riwayat, Ali bin
Rabah radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa : “Beliau (Ibrahim ‘alaihissallam) diperintah untuk berkhitan, kemudian beliau
melakukannya dengan qadum. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan ‘Engkau terburu-buru sebelum Kami tentukan
alatnya’. Beliau mengatakan: ‘Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus
menunda perintah-Mu’.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 472)
4. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Untuk Membangun Ka`bah.
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا
تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا
وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di
tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan
sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf,
dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj: 26-27).
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Ibrahim ‘alaihissallam berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan aku sesuatu”.
Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Lakukanlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam bertanya: “Apakah engkau (akan)
membantuku?”
Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Ya, aku akan membantu engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam berkata lagi: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan aku untuk membangun
disini sebuah rumah”. (Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengisyaratkan tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan
yang ada di sekelilingnya). Saat itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan
Ismail ‘alaihissallam membawa kepada ayahnya batu-batu dan
Ibrahim ‘alaihissallammenyusunnya. Sehingga, ketika telah mulai
tinggi, ia mengambil batu dan diletakkan agar Ibrahim ‘alaihissallamdapat naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh
keduanya, dan mereka berkata:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).
Dari pemaparan kisah-kisah di atas, banyak pelajaran penting dan
berharga yang dapat dipetik, di antaranya:
1. Nabi Ibrahim ‘alaihissallam adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu wa Ta’ala yang amat taat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai hamba yang sangat
disayangi.
2. Pilar utama upaya tazkiyyatun-nufus adalah dalam
hal tauhid. Dan berdakwah menyeru kepada tauhid merupakan amanat yang dipikul
para nabi, dan sekaligus menjadi panutan bagi setiap dai.
3. Kesabaran dalam mendakwahkan tauhid dan
ketabahan dalam menghadapi ujian di jalan itu, harus dilakukan sesuai dengan
cara yang dicontohkan oleh para rasul ‘alaihissallam.
4. Yakin terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam mengarungi kehidupan.
5. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan hal terpenting di atas
segalanya. Ketulusan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kebahagiaan. Maka selayaknya kita
berupaya secara maksimal untuk melaksanakannya diiringi doa memohon taufik
serta kemudahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
6. Segala contoh kebaikan telah ada pada diri para
Rasul ‘alaihissallam yang harus selalu menjadi suri tauladan
bagi kita dalam setiap hal. Wallahul Musta`an..
Sumber : kisahmuslim.com